Unilever (IDX: UNVR) Disarankan Delisting Sukarela, Ini Penyebabnya
Riset yang dilakukan oleh Nilzon Capital menyimpulkan PT Unilever Indonesia Tbk. (IDX: UNVR) lebih baik menjadi perusahaan tertutup dengan delisting sukarela (go-private).
Riset Nilzon Capital yang dikendalikan oleh Frizon Akbar Putra dan John Octavianus itu menyebutkan nilai investasi investor publik terus menurun akibat Unilever PLC terus menjadikan Unilever Indonesia sebagai sumber pemasukan. Saat yang sama, peran lebih besar agar nilai saham publik terjaga tidak dilakukan.
Hal ini terlihat harga saham Unilever saat ini sudah mendekati nilainya 10 tahun lalu. Dalam perhitungan yang lebih pendek dari 1 Januari 2018 hingga awal Februari 2022, kinerja harga saham UNVR berada di bawah kinerja IHSG dan indeks LQ45.
BACA JUGA: Unilever Indonesia (IDX: UNVR) Buka Suara Soal Saran Delisting Sukarela, Simak Penjelasannya
“Saham UNVR tersebut sekarang diperdagangkan dengan diskon -66 persen dari puncaknya di awal 2018 atau -62 persen jika disesuaikan dengan pembayaran dividen,” tulis riset bertanggal 22 Februari 2022 itu.
Laporan dengan judul ‘Mungkin ini Saatnya bagi Unilever Indonesia untuk Go Private,” itu menekankan terdapat sejumlah persoalan yang membuat harga saham UNVR terus merosot. Persoalan itu seperti kinerja keuangan yang loyo dan kegagalan beruntun dalam memenuhi ekspektasi pasar, efektivitas manajemen internal, pemotongan bobot besar-besaran dari indeks utama Indonesia karena penerapan aturan free-float-adjusted yang baru.
Untuk diketahui, saham publik UNVR hanya 15 persen. Dengan persentase ini mengacu aturan baru, bobot UNVR atas IHSG merosot tajam.
Dirinci dalam riset, untuk penurunan kinerja itu terlihat dalam 12 kuartal terakhir, kinerja Unilever selalu berada di bawah ekspektasi pelaku pasar. Dari 12 periode kuartalan yang dinilai, manajemen UNVR hanya kali memenuhi ekspektasi sedangkan 10 lainnya di bawah harapan.
Akibatnya target harga UNVR terus menurun dari waktu ke waktu. Riset ini menyatakan 17 analis yang diamati oleh Refinitiv, hanya 1 yang menyematkan peringkat beli, dan 6 lainnya memilih posisi pesimis.
Saat kinerja melemah, riset ini menyoroti besarnya biaya periklanan yang dibayarkan UNVR. Saat yang sama, biaya jumbo itu tidak berkorelasi langsung dengan pertumbuhan penjualan. Terdapat periode dimana biaya iklan lebih kecil, perusahaan justru berhasil menumbuhkan laba usaha.
Lainnya, kinerja UNVR terlihat selalu berada di bawah pertumbuhan PDB konsumsi rumah tangga Indonesia. Bahkan terpantau dari lima kali kesempatan, UNVR tertinggal di empat periode di antaranya.
“Ada kemungkinan pertumbuhan penjualan bersih UNVR selama beberapa tahun terakhir terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga jual rata-rata, bukan volume penjualan, seperti yang terjadi pada induknya Unilever PLC yang menunjukkan penurunan pangsa pasar yang parah,” dikutip dari riset.
Faktor menguatnya merek-merek lokal dan Korea juga menjadi sorotan. Unilever, menurut riset ini, tertinggal dari pesaing terdekatnya yakni P&G dan L’Oreal yang mampu beradaptasi dengan melakukan aksi korporasi anorganik. Sedangkan, Unilever dinilai terlalu percaya dengan merek global yang dijalankan.
Akibatnya, tidak ada merek dalam konglomerasi Unilever dalam 10 teratas merek kosmetik yang disurvei oleh Nurhayati-Wolff pada 2021. Demikian juga sejumlah inovasi yang dilakukan seperti produk Sambal Juara dan Pure-It Water Purifier gagal memenangkan pasar Indonesia.
Di tengah tekanan kinerja, riset ini menyoroti tingginya kenaikan gaji manajemen dan karyawan Unilever. Dalam rentang 2016-2020, manajemen UNVR mengalami lonjakan gaji dan pendapatan sebesar 77 persen. Sedangkan karyawan melonjak 42 persen.
Saat yang sama penjualan bersih per karyawan hanya meningkat 23 persen. “Hal ini menimbulkan kesenjangan produktivitas sebesar 19 persen, yang menunjukkan bahwa manajemen belum sukses meningkatkan produktivitas dan efisiensi meskipun telah mengurangi jumlah karyawan secara keseluruhan,” tertulis dalam riset.
Entitas pengendali pun disebutkan mengambil lebih besar melalui sejumlah kebijakan tanpa melewati dividen yang diputuskan di dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan. Hal ini disebabkan UNVR harus membayar 3,72 persen dari penjualan bersih, bukan dari laba untuk beragam beban seperti beban merek, beban teknologi, hingga biaya jasa dan biaya enterprise technology solutions. Ketiga pos ini bernilai Rp 3,06 triliun pada 2021 dan Rp 3,28 triliun pada 2020 lalu.
Dengan kebijakan ini, Nilzon Capital menilai UNVR rentan dieksploitasi oleh entitas pengendali yakni Unilever PLC. Ini terlihat dari 138 persen laba bersih dilakukan sebagai pembayaran kepada entitas induk perusahaan dan entitasnya dengan imbalan kepemilikan hanya 85 persen.
“UNVR hampir tidak memiliki setiap aspek penting dari tata kelola yang baik dari sudut pemegang saham independen,” ulasnya.
Dengan kebijakan Unilever PLC ini, harga saham UNVR telah kembali ke level 10 tahun lalu. “Saham UNVR membalikkan semua keuntungan selama 10 tahun, bahkan setelah disesuaikan dengan pembayaran dividen. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan hampir setiap investor jangka panjang UNVR yang loyal telah kehilangan nilai investasinya dan menanggung opportunity cost. Hanya satu yang tidak, Unilever plc sebagai pemilik utama,” katanya.
Untuk diketahui, harga saham UNVR pada penutupan perdagangan Selasa (22/2/2022) berada pada level Rp 3.810. Level harga ini anjlok 9,93 persen secara tahun berjalan. Sedangkan dihitung dalam 5 tahun terakhir di harga penutupan, longsor 54,91 persen.
Sebaiknya UNVR Go Private
John Octavianus, Advisor Nilzon Capital menyebutkan mungkin kini saat yang tepat bagi Unilever Plc sebagai pengendali untuk membawa perusahaan menjadi perusahaan tertutup dengan delisting sukarela.
“Pembelian kembali saham [UNVR] kemungkinan akan meningkatkan EPS, menurunkan PER, dan menguntungkan pemegang saham publik independen dalam jangka panjang, memberi mereka keuntungan finansial sebagai imbal atas loyalitas dan kepercayaan pada perusahaan,” kata John kepada Tempias.com, Rabu, 23 Februari 2022.
Nilzon mengusulkan dua skema go-private ini, pertama pemegang saham pengendali merogoh kocek Rp 22 triliun menebus saham milik pemegang saham independen. Skema dengan utang pun dinilai lebih murah dan menguntungkan bagi Unilever Plc.
Skema lain, UNVR PLC tidak perlu mengeluarkan uang tunai dengan melakukan pertukaran saham. Investor Unilever PLC dapat menyerahkan sejumlah kecil sahamnya di perusahaan induk untuk mendapatkan 100 persen saham UNVR Indonesia dengan melepas cadangan treasury.
Menanggapi wacana Go Private ini, Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Unilever Indonesia Tbk Reski Damayanti mengatakan perusahaan sangat terbuka dengan berbagai masukan dari pihak luar termasuk dari analis. Meski begitu dia menyatakan UNVR saat ini masih fokus dalam mengakselerasi kinerja usaha.
“Kami sangat menghormati dan menghargai setiap pendapat, analisa, dan masukan terkait kinerja perseroan dari berbagai pemangku kepentingan,” ujar Reski kepada Tempias.com Rabu, 23 Februari 2022.
Dia menambahkan bahwa Unilever senantiasa mengupayakan bahwa setiap aksi dan keputusan bisnis diambil secara profesional dan mengutamakan kepentingan publik dan pemangku kepentingan yang lebih luas, termasuk para investor. Perusahaan juga terus mengkaselerasi pertumbuhan secara konsisten, kompetitif, menguntungkan dan bertanggung jawab.
“Kami optimis bahwa seiring dengan membaiknya perekonomian Indonesia, semakin besar juga peluang bagi Perseroan untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis yang konsisten, kompetitif, menguntungkan, dan bertanggung jawab.” (Ira Guslina)
Pingback: Bedah Kinerja UNVR, Nilzon Capital: Manajemen Tunda Beban Demi Pertumbuhan Laba? – The Econopost