Bedah Kinerja UNVR, Nilzon Capital: Manajemen Tunda Beban Demi Pertumbuhan Laba?
Bedah laporan keuangan semester I/2022 PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) oleh perusahaan penasihat investasi Nilzon Capital menemukan perusahaan tidak lagi mencatatkan biaya jasa dan ETS sehingga ‘seolah’ mendongkrak laba.
“Kenaikan laba [UNVR] sebesar 19,03 persen year-on-year ternyata hampir seluruhnya bukan disebabkan oleh kesuksesan operasional, melainkan karena hilangnya beban ‘biaya jasa dan ETS’ secara mendadak dari laporan keuangan,” kata Frizon Akbar Putra, President dan Principal Advisor dari Nilzon Capital dalam keterangan tertulis, Senin, 9 Mei 2022.
Dia menyebutkan, penghilangan pos ini mendadak karena sejatinya dicatatkan secara konsisten oleh UNVR dan dibayarkan kepada pihak terafiliasi setiap tahun. “Namun tidak pada Q1 tahun ini.”
BACA JUGA: Unilever (IDX: UNVR) Disarankan Delisting Sukarela, Ini Penyebabnya
Nilzon sendiri menerbitkan laporan analisis setebal 37 halaman dengan tajuk ‘Enggak Deh, Core EPS Unilever Indonesia Mungkin (Sebenarnya) Justru Turun Kalau Bukan Karena Penundaan Pengakuan Beban, Marginal Costs yang Lebih Tinggi’ pada hari ini, 9 Mei 2022.
Dalam laporan itu diungkapkan jika kembali memasukkan biaya jasa dan ETS, UNVR kemungkinan marjin laba kotor akan tergerus secara signifikan. “Hal itu berkebalikan dengan klaim manajemen yang menyebut UNVR berhasil “membalikkan kinerja” pada tiga bulan pertama tahun ini,” kata Akbar.
Berdasarkan riset, Nilzon juga menemukan ini bukan pertama kalinya ‘biaya jasa dan ETS’ tiba-tiba menghilang dari laporan keuangan kuartalan. “Dan sejarah menunjukkan bahwa ‘biaya jasa dan ETS’ kemungkinan akan ditunda ke kuartal berikutnya, bukan dihilangkan.” tulis riset.
Frizon menambahkan, sebelumnya pada Q2 2012, UNVR secara mengejutkan hampir tidak mencatatkan ‘biaya jasa’ kuartalan sama sekali, walaupun belum sampai negatif seperti apa yang terjadi pada UNVR di laporan keuangan terbarunya.
“Namun, apa yang terjadi selanjutnya pada sisa tahun 2012? Biaya tersebut ternyata membengkak pada kuartal berikutnya. Pada tahun 2012 tersebut, jika dirata-rata, sebenarnya ‘biaya jasa’ yang hilang hanya ditunda pencatatannya, bukan karena manajemen berhasil menawar kepada induk usaha untuk menghentikan pembayaran biaya yang cukup menggerus laba tersebut, tambahnya.
Oleh karena itu dia menyarankan investor sebaiknya memperhatikan dengan seksama klarifikasi atau keterbukaan informasi yang mungkin akan disampaikan oleh manajemen UNVR terkait alasan dibalik nilai beban ‘biaya jasa dan ETS’ yang tidak biasa di Q1 2022, terutama apakah karena adanya penundaan pengakuan beban atau ada alasan lain.
Hingga riset Nilzon Capital diterbitkan, memang belum ada keterbukaan informasi yang dapat diakses publik untuk menjawab volatilitas ‘biaya jasa dan ETS’ tersebut. Pengungkapan di laporan keuangan Q1 2022 juga minim informasi terkait hal serupa
“Jika ternyata ‘biaya jasa dan ETS’ memang dihapuskan secara permanen untuk seterusnya, hal tersebut tentunya menjadi kabar yang sangat baik untuk investor publik, karena porsi laba yang dapat dialokasikan untuk masyarakat menjadi jauh lebih banyak. Tetapi, jika hilangnya ‘biaya jasa dan ETS’ di Q1 2022 ternyata hanya karena timing pengakuan beban secara akuntansi, sebaiknya investor tidak terkecoh dengan laba yang semu,” katanya.
Pada pengungkapan yang ada di laporan keuangan UNVR, tercatat tarif ‘biaya jasa dan ETS’ yang dibebankan kepada UNVR untuk dibayarkan kepada perusahaan terafiliasi adalah sebanyak banyaknya sebesar 3 persen dari total penjualan setahun kepada pihak ketiga untuk ‘biaya jasa’ dan ditambah 1 persen dari penjualan bersih domestik tahunan untuk ‘biaya ETS’.
Di dalam risetnya, Nilzon Capital mengestimasi ‘biaya jasa dan ETS’ mungkin akan menjadi Rp421,8 miliar secara prorata jika memang benar bahwa biaya tersebut hilang hanya karena masalah timing pengakuan beban.
Jumlah tersebut dihitung berdasarkan perkalian antara persentase historis aktual dari tarif ‘biaya jasa dan ETS’ selama Q2-Q4 2021 sebesar 3,89% dengan penjualan yang berhasil dibukukan oleh UNVR pada Q1 2022 sebesar Rp10,83 triliun.
“Jika semua perkiraan benar dan ‘biaya jasa dan ETS’ ternyata ditunda alih-alih dihilangkan sepenuhnya pada Q1 2022, dan untuk mengukur dampak nyata jika beban diakui secara prorata pada Q1 2022, maka UNVR mungkin sebenarnya justru akan melaporkan pertumbuhan Core EPS yang negatif -0,51% menjadi Rp44,28/saham alih alih naik +19.03 persen menjadi Rp52,98/ saham seperti yang dilaporkan. Namun, angka sebenarnya dapat bervariasi tergantung asumsi yang digunakan,” tulis riset lebih lanjut.
Dalam kesempatan yang sama, John Octavianus selaku Principal Advisor Nilzon Capital menambahkan terlepas dari keberhasilannya untuk ‘membalikkan kinerja’ penjualan bersih, data menunjukkan UNVR masih tertinggal jauh dibelakang sister companies-nya sendiri dari Grup Unilever di luar negeri. “UNVR juga tertinggal dibandingkan semua regional Grup Unilever kecuali Eropa dan tertinggal dari perusahaan induknya sendiri, Unilever PLC,” katanya.
Tempias.com telah melayangkan pertanyaan kepada Kristy Nelwan, Head of Communication Unilever Indonesia dan Senior External & Digital Communication UNVR Adisty Nilasari. Akan tetapi hingga berita ini diturunkan, pesan yang dikirim hanya menampilkan dua centang hitam namun tidak diketahui telah dibaca atau belum karena notifikasi centang biru dimatikan. (Ira Guslina)