HeadlineLifestyle

Mengenal Alergi dan Intoleran Makanan, Sering Dianggap Sama Tapi Itu Berbeda

Tempias.com, JAKARTA – Alergi makanan dan intoleransi makanan adalah dua hal yang berbeda namun seringkali disalah pahami sehingga keliru dalam menangani dampaknya. 

Dilansir dari laman scitechdaily.com, alergi makanan adalah reaksi tubuh akibat sistem bereaksi berlebihan terhadap sejumlah protein tertentu dari makanan. 

Reaksi alergi meliputi gatal, ruam kulit, gatal pada bibir, mulut, lidah, tenggorokan, hingga wajah, kemerahan hingga pembengkakan pada bibir, mulut, lidah, tenggorokan, dan wajah. Alergi pada sejumlah kasus juga menyebabkan pembengkakan kulit di sekitar mata.

Pada kasus alergi makanan, sistem kekebalan tubuh mengira protein dalam makanan tertentu sebagai berbahaya. Alergi makanan bisa ringan atau mengancam jiwa. “Yang paling serius disebut reaksi anafilaksis,” tulis scitechdaily yang dikutip Senin, 9 Mei 2022. 

Sedangkan gejala alergi parah atau anafilaksis meliputi:

  • Pusing atau pingsan
  • Mual, muntah, sakit perut
  • Kesulitan bernapas atau sesak dada
  • Merasa seolah-olah tenggorokan Anda tertutup
  • Pembengkakan pada mulut, bibir, atau lidah
  • Kulit kemerahan
  • Denyut nadi cepat
  • Tekanan darah rendah
  • Hilangnya kesadaran sepenuhnya

Salah satu ciri khas alergi makanan adalah gejalanya segera muncul, atau dalam hitungan menit, setelah makan makanan yang membuat Anda alergi.

Alergi dapat terjadi kapan saja namun paling sering muncul selama masa kanak-kanak. Namun, menurut foodallergy.org, 40% orang yang mengalami alergi makanan terhadap ikan mengalami gejala pertama mereka saat dewasa. Kepastian alergi diperoleh dengan melakukan tes kesehatan. 

Berbeda dengan alergi, sejumlah orang juga intoleransi terhadap makanan. Penyebab paling banyak ditemui adalah Intoleransi Laktosa Susu. 

Intoleransi susu artinya tubuhnya tidak mencerna laktosa secara efisien, gula alami dalam susu dan produk susu lainnya. Kamu yang tidak toleran laktosa akan mengalami gejala gastrointestinal, seperti buang gas berlanjut, kembung, dan diare.

Berbeda dengan alergi yang protein makanan ditolak tubuh, pada intoleran tubuh  bereaksi negatif terhadap makanan, minuman, atau aditif makanan. Namun intoleransi makanan bukanlah alergi, karena tidak mengaktifkan sistem kekebalan tubuh

Perbedaan lain, reaksi alergi makanan bisa parah atau mengancam jiwa. Sebaliknya, gejala intoleransi makanan terutama menyebabkan gejala pencernaan. 

Intoleransi makanan dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat enzim yang dibutuhkan untuk mencerna makanan tertentu. Misalnya, orang dengan intoleransi laktosa kurang efisien dalam mencerna laktosa, gula alami dalam susu dan produk susu lainnya. Ketika mereka makan makanan yang mengandung laktosa, mereka mungkin mengalami gejala gastrointestinal, seperti kembung dan diare.

 

Beberapa orang memiliki intoleransi terhadap:

  • Fruktosa. Jenis gula ini ditemukan dalam madu, beberapa buah dan sayuran, dan sirup jagung fruktosa tinggi (HFCS). Banyak orang dengan intoleransi fruktosa juga mengalami gejala ketika mereka makan makanan yang mengandung pemanis buatan seperti sorbitol dan xylitol. Gula ini terkadang ditambahkan ke permen karet bebas gula dan makanan bebas gula lainnya.
  • Monosodium glutamat (MSG). MSG adalah penambah rasa yang ditambahkan ke banyak makanan Asia, sayuran kaleng, makanan ringan yang dibumbui, saus salad, dan sup. Beberapa orang dengan intoleransi MSG mungkin juga memiliki reaksi terhadap ekstrak ragi dan hidrolisat protein, yang digunakan sebagai penambah rasa alami dalam banyak makanan olahan.
  • Intoleransi gluten: Beberapa orang tidak dapat mencerna gluten, yang merupakan protein yang biasa ditemukan dalam gandum, gandum hitam, dan jelai. Makan roti dan pasta yang mengandung gluten dapat menyebabkan gas, kembung, sakit perut, diare, atau sembelit. Intoleransi gluten tidak sama dengan penyakit celiac, suatu kondisi yang melibatkan sistem kekebalan tubuh dan dapat merusak usus kecil.

Tidak seperti alergi makanan, intoleransi makanan tidak melibatkan sistem kekebalan atau pelepasan histamin. Jadi, gejalanya tidak langsung muncul setelah makan makanan yang tidak Anda toleransi, dan mungkin tidak muncul sampai berjam-jam atau bahkan berhari-hari setelah makan.

 

Alfiyah

Menyukai dunia tulis menulis untuk kemudian menjadi redaktur salah satu media nasional. Bergabung di Tempias.com semenjak 2020. Hubungi kami di redaksi@tempias.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Untuk mengcopy teks yang dibutuhkan hubungi marketing@theeconopost.com