Finance

PMI Manufaktur Indonesia Masih Kontraksi, Industri Butuh Dukungan Kebijakan

Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September 2024 tercatat sedikit meningkat ke 49,2 dari 48,9 pada Agustus lalu. Meskipun ada kenaikan, PMI tetap berada di bawah angka 50, yang mengindikasikan sektor manufaktur Indonesia masih berada dalam kondisi tertekan.

PMI mengunakan batasan 50 sebagai indikator netral. Nilai di atas 50 menunjukkan industri sedang ekspansi, demikian sebaliknya. Nilai di bawah 50 terjadi perlambatan pada manufaktur.

Menurut S&P Global, penurunan PMI Indonesia ini disebabkan oleh penurunan permintaan dan rendahnya pesanan baru selama 3 bulan berturut-turut.

Dampaknya, perusahaan merespons kondisi tersebut dengan mengurangi aktivitas pembelian dan lebih memilih menggunakan inventaris yang ada. Mereka juga menjaga efisiensi operasional serta mengontrol biaya dengan ketat. Ini menunjukkan Sektor manufaktur Indonesia menghadapi tantangan di tengah ekonomi global yang masih melambat hingga akhir triwulan III 2024.

Namun, beberapa negara di kawasan Asia menunjukkan kinerja yang lebih baik di sektor manufaktur. Filipina mencatat PMI sebesar 53,7, India 56,7, dan Thailand berada di perbatasan ekspansi dengan angka 50,4, meskipun mereka juga menghadapi kondisi pasar global yang sama.

Menanggapi kondisi ini, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa meski terjadi sedikit kenaikan PMI pada September, sektor manufaktur Indonesia masih dalam kondisi kontraksi.

“Agar bisa kembali ekspansif, sektor industri membutuhkan dukungan regulasi yang tepat dari berbagai Kementerian/Lembaga, sehingga industri dalam negeri bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ujar Agus di Jakarta, Selasa (1/10).

Ia juga menekankan pentingnya beberapa kebijakan untuk mendukung sektor manufaktur. Di antaranya adalah revisi Permendag No. 8 Tahun 2024, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Domestik, serta Peraturan Menteri Keuangan terkait Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk ubin keramik impor dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk kain impor.

Penurunan pesanan baru yang tercatat dalam survei PMI manufaktur juga tercermin dalam Indeks Kepercayaan Industri (IKI) edisi September 2024, yang dirilis pada Senin (30/9). Penurunan ini terjadi terutama pada subsektor Industri Pengolahan Lainnya, di mana pesanan baru dari dalam dan luar negeri mengalami kontraksi.

Selain itu, beberapa subsektor lain yang turut mengalami kontraksi IKI pada pesanan baru meliputi industri pengolahan tembakau, tekstil, pakaian jadi, kayu, kertas, bahan kimia, komputer dan elektronik, serta jasa reparasi. Sebanyak sembilan dari 23 subsektor industri pengolahan mengalami kontraksi pada pesanan baru di bulan tersebut.

“Karenanya, kebijakan untuk mengendalikan masuknya barang impor sangat diperlukan. Saat ini, kita terus berupaya menciptakan demand untuk produk dalam negeri, karena sebenarnya permintaan ada, namun pasar dibanjiri dengan produk impor,” pungkas Agus Gumiwang.

Redaksi

Dukung kami untuk terus menyajikan konten bermanfaat dan memberi insight. Hubungi kami untuk konten di redaksi@theeconopost.com. Untuk kerja sama iklan dan promosi lainnya ke marketing@theeconopost.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Untuk mengcopy teks yang dibutuhkan hubungi marketing@theeconopost.com