OJK Perketat Aturan Pinjol, AFPI: Hanya Boleh Sedot Data Camilan
Tempias.com, JAKARTA – Pelaku Industri fintech pendanaan atau lebih familiar disebut dengan pinjaman online (pinjol) yang merupakan anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) optimistis dapat memenuhi regulasi terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan yakni peraturan No.10/POJK.05/2022.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan dari 102 anggota yang terdiri dari para penyelenggara fintech P2P lending atau pinjol di Tanah Air menyambut baik kehadiran regulasi terbaru itu.
“Para anggota AFPI berkomitmen penuhi seluruh ketentuan dalam POJK terbaru yang memang tujuannya untuk memperkuat industri fintech pendanaan,” kata Sunu yang juga CEO dan Co-Founder Dompet Kilat dalam keterangan tertulis yang dikutip Minggu, 24 Juli 2022.
Pandu Aditya Kristy, Wakil Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI yang juga CEO Mekar mengatakan penyelenggara pinjol telah menggunakan algoritma, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Algoritma ini dapat meningkatkan kualitas penilaian kredit atau credit scoring untuk mengukur risiko kredit dari calon peminjam yang tidak memiliki riwayat kredit. Seluruh proses pengajuan pinjaman dari borrower maupun pemberian pendanaan dari lender dilakukan secara digital.
“Inilah keunggulan dari praktik bisnis fintech pendanaan yang menerapkan teknologi digital untuk menyalurkan pembiayaan kepada borrower maupun untuk menerima dana dari lender. Dengan demikian kami lebih fleksibel menjangkau masyarakat yang selama ini belum terlayani akses keuangan konvensional seperti perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Dengan demikian fintech pendanaan dapat berkontribusi nyata bagi peningkatan inklusi keuangan melalui teknologi digital,” kata Pandu.
Pandu menambahkan dengan keunggulan industri pinjol yang menggunakan teknologi digital ini, penyelenggara telah bekerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan seperti bank.
Berdasarkan data OJK per Mei 2022, Fintech Pendanaan telah bekerja sama dengan lembaga jasa keuangan senilai Rp 2,58 triliun melalui 234 rekening pemberi pinjaman. Angka ini jauh lebih tinggi dari posisi Mei 2021 yang masih senilai Rp 1,12 triliun dari 54 rekening pemberi pinjaman.
Sedangkan data OJK, outstanding penyaluran pinjaman dari industri pinjol per Mei 2022 sebesar Rp 40,17 triliun, atau meningkat 54,14 persen dari posisi Mei 2021 yang masih Rp 21,74 triliun. Adapun penyaluran pendanaan ke sektor produktif, sepanjang Januari – Mei 2022, tercatat sebesar Rp 44 triliun atau rata-rata 50,60 persen dari total penyaluran.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah menambahkan untuk memperkuat industri pinjol di Tanah Air, pelaku industri telah melakukan berbagai langkah termasuk menyesuaikan aturan-aturan di AFPI. Di antaranya, seluruh penyelenggara fintech pendanaan legal atau anggota AFPI hanya boleh mengakses data peminjam berupa CAMILAN (camera, mikrofon, dan location).
“Jika ada yang melebihi akses CAMILAN ini, berarti pinjol illegal,” ulasnya.
AFPI juga menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi untuk penyelenggara Fintech, khususnya kepada komisaris dan direksi dan pemegang saham dalam rangka peningkatan kompetensi, selain sertifikasi kepada tenaga penagihan, customer service dan jabatan-jabatan lainnya secara bertahap.
Pelatihan dan sertifikasi ini tujuannya untuk membangun industri fintech pendanaan yang handal, sehat dalam mendukung akselerasi peningkatan inklusi keuangan. Hal ini dilakukan dengan memastikan para anggota AFPI melakukan praktik bisnis yang beretika, sesuai Pedoman Perilaku AFP.
Pelatihan dan sertifikasi terhadap tenaga penagihan telah terlihat dampaknya. Dari data pengaduan yang masuk melalui website AFPI, terlihat tren penurunan pengaduan.
Pengaduan terverifikasi per Mei 2022 tercatat 165 pengaduan, angka ini lebih kecil dari April yang masih 182 pengaduan, bahkan Maret sebanyak 221 pengaduan. Pengaduan yang dimaksud terbagi dua jenis yakni pengaduan terkait penagihan tidak beretika dan pengaduan lainnya.
Terkait data, AFPI juga telah mengembangkan Fintech Data Center (FDC), yang mengintegrasikan data antara penyelenggara fintech pendanaan satu dengan lainnya. Data center digunakan untuk menghindari terjadinya fraud, mencegah pinjaman berlebih di mana satu peminjam meminjam di banyak penyelenggara, termasuk untuk mengetahui status kelancaran pinjaman saat ini dan kualitas pembayaran pada pinjaman sebelumnya, mengantisipasi kredit macet, karena akan mendeteksi atau mencegah calon borrower (peminjam) mengajukan pinjaman di beberapa platform secara bersamaan/berlebihan.
Sehingga platform fintech pendanaan dapat berpikir ulang untuk menyetujui permohonan dari peminjam yang memiliki catatan pembayaran pinjaman yang tidak baik.
“Industri Fintech Pendanaan akan terus berkolaborasi mendukung fokus penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia 2022 yakni transformasi ekonomi digital. Peran nyata para anggota AFPI adalah meningkatkan akses keuangan secara digital kepada masyarakat yang underbanked dan underserved. Sehingga kedepannya turut mempercepat pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi,” ujar Kuseryansyah. (Ira Guslina)