EconopediaHeadlineMeet the Leader

Belajar dari Grup Djarum: Menjaga Ketahanan Bisnis Keluarga Versi Victor Hartono

TheEconoPost.com, Dalam forum Meet The Leaders Universitas Paramadina, Sabtu (26/7/2025), Victor Hartono, generasi ke-9 Hartono Group, tampil membagikan narasi jujur dan strategis tentang bagaimana Grup Djarum bertahan dari tekanan disrupsi bisnis lintas generasi—sebuah refleksi tajam mengenai pentingnya suksesi dan daya tahan keluarga pengusaha di tengah ketidakpastian.

Forum yang dipandu ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengangkat tema “Djarum: A Story of Strategic Succession”, dan tidak hanya menampilkan kisah sukses, tetapi juga menyoroti kegagalan dan krisis yang pernah dialami keluarga Hartono.

“Industri yang kita geluti hari ini belum tentu akan mampu memberikan nafkah di masa depan,” ujar Victor membuka paparannya yang dibagikan dalam pernyataan tertulis oleh penyelenggara.

Ia merujuk pada sejarah keluarganya yang sempat menjalankan bisnis minyak kacang sebelum akhirnya tergeser oleh kelapa sawit yang lebih produktif dan efisien. Kisah tersebut bukan sekadar anekdot, melainkan peringatan bahwa bahkan model bisnis paling mapan pun bisa tergerus oleh efisiensi dan inovasi teknologi. Victor menekankan bahwa tidak ada bisnis yang imun terhadap perubahan struktural dalam pasar global.

Victor juga membawa hadirin menelusuri akar sejarah bisnis keluarganya, termasuk kegagalan demi kegagalan yang dialami Oei Wie Gwan—kakeknya dan pendiri Djarum. Pabrik mercon yang ia dirikan runtuh tiga kali: meledak pada 1939, dirampok dan dibakar pada 1941, dan akhirnya ditutup total akibat larangan produksi bahan peledak pada masa pendudukan Jepang tahun 1942.

“Kondisi politik dan internasional bisa membuyarkan semua asumsi keberlanjutan bisnis,” jelas Victor, sambil menyiratkan bahwa risiko eksternal adalah variabel permanen dalam strategi korporasi.

Namun, Victor tidak hanya berbicara tentang disrupsi eksternal. Justru, ia menyebut konflik internal sebagai bom waktu dalam bisnis keluarga. Ia menyebut isu-isu seperti ketidakseimbangan arus kas, perebutan posisi, meritokrasi yang lemah, hingga pembagian dividen yang tidak transparan sebagai sumber utama kehancuran banyak dinasti bisnis.

Karena itu, Victor menyarankan model kepemimpinan tunggal dalam struktur bisnis keluarga. “Pemimpin utama sebaiknya hanya satu agar arah bisnis tetap terjaga dan konflik dapat diminimalisir,” tegasnya.

Selain itu, pembagian unit usaha yang jelas antaranggota keluarga, komitmen menjaga kekompakan, serta keberanian melepas sebagian kepemilikan kepada mitra yang lebih kuat juga ia nilai sebagai strategi bertahan jangka panjang, bukan kelemahan.

Victor menutup paparannya dengan sebuah harapan regeneratif. “Kalau bisa, dari keluarga itu harus lahir satu, dua, sampai empat orang yang benar-benar menjadi konglomerat. Bukan hanya pewaris nama, tapi pelaku bisnis sejati yang bisa membaca zaman,” katanya.

Sementara itu, Rektor Paramadina Prof. Didik J. Rachbini, Ph.D. dalam sambutannya menegaskan bahwa kisah-kisah nyata dari pelaku bisnis lintas generasi seperti Victor Hartono penting untuk dibagikan kepada generasi muda.

“Menghadirkan sosok seperti Victor Hartono adalah langkah strategis untuk membagikan kisah nyata tentang keberlangsungan bisnis lintas generasi,” ungkap Didik.

Ia juga menyatakan bahwa pemahaman tentang suksesi dalam bisnis keluarga menjadi pelajaran berharga bagi calon pemimpin masa depan.

Redaksi

Dukung kami untuk terus menyajikan konten bermanfaat dan memberi insight. Hubungi kami untuk konten di redaksi@theeconopost.com. Untuk kerja sama iklan dan promosi lainnya ke marketing@theeconopost.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *