Siasat Bisnis Merck (MERK) Jelang Sebagian Bisnis dengan P&G Berakhir
TheEconopost.com, PT Merck Tbk (MERK) mengumumkan berencana menambah kegiatan usahanya dengan memproduksi barang-barang kimia untuk keperluan diagnostik dan laboratorium.
Bidang usaha ini berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) No. 20299, yaitu industri barang kimia lainnya YTDL (yang tidak termasuk dalam lainnya). Langkah ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas produksi di Pasar Rebo melalui model contract manufacturing.
Dalam pengumuman yang ditandatangani Presiden Direktur Evie Yulin, Kamis, 13 Februari 2025, rencana ini didasarkan pada hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik Suwendho Rinaldy dan Rekan (KJPP SRR). Studi tersebut menyatakan bahwa penambahan kegiatan usaha ini layak dilakukan dari sisi pasar, teknis, pola bisnis, manajemen, dan keuangan.
Secara finansial, rencana ini dinilai menguntungkan dengan Net Present Value (NPV) sebesar Rp64,13 miliar, Internal Rate of Return (IRR) 39,89%, serta periode pengembalian investasi (payback period) selama 4 tahun 1 bulan.
Perseroan juga menyebut bisnis ini juga bagian strategi jangka panjang mengingat kontrak produksi dengan Procter & Gamble (P&G) untuk produk consumer health bentuk cair akan berakhir pada akhir 2025, sementara kontrak produk padat berlanjut hingga Juni 2027.
“Produk obat resep yang kami pilih sebagai keunggulan memiliki ciri inovatif dan berorientasi jangka panjang dalam meningkatkan kualitas hidup pasien, serta memberikan dampak positif kepada pemangku kepentingan. Pilihan ini tepat, mengingat data perkembangan kesehatan di Indonesia yang menunjukkan peningkatan kesadaran terhadap gejala-gejala terkait produk kesehatan kami, seperti onkologi, kardio, infertilitas, dan metabolik alias diabetes dan gangguan tiroid,” tulis Evie dalam pengumumannya.
Untuk memperoleh persetujuan pemegang saham, Merck akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 24 Maret 2025.
Selain mendapatkan izin pemegang saham, perseroan juga harus mengurus berbagai perizinan, termasuk perubahan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta izin impor bahan baku.
Terima Kasih Sudah Membaca Berita Istimewa di The Econopost! Konten yang Anda baca merupakan konten premium. Apresiasi kami dengan melakukan pembayaran melalui QRIS senilai Rp 5.000. ![]() Cukup scan QR code yang tersedia, dan terus nikmati informasi terbaru yang kami sajikan khusus untuk Anda. Kontribusi Anda sangat berarti bagi kami untuk terus menghadirkan informasi tajam, terpercaya, dan eksklusif sesuai kebutuhan. Best Regard |
Kinerja Keuangan MERK
Merck (MERK) sendiri mempublikasikan laporan keuangan periode sembilan bulan yang berakhir 30 September 2024 per hari ini, Kamis (13/2/2025). Meski demikian, laporan keuangan ini mencatatkan tanggal selesai diaudit pada 23 Desember 2024. Berdasarkan laporan keuangan interim itu, perseroan membukukan laba bersih sebesar Rp102,46 miliar, turun 21,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp130,39 miliar.
Penurunan laba ini sejalan dengan penurunan laba usaha yang tercatat sebesar Rp132,06 miliar, lebih rendah dibandingkan Rp171,32 miliar pada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi meskipun perseroan membukukan kenaikan penjualan tipis sebesar 0,9% menjadi Rp787,68 miliar dari Rp780,55 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Beban pokok penjualan meningkat 7,9% menjadi Rp501,89 miliar menjadi salah satu faktor utama yang menekan laba kotor perusahaan, yang turun dari Rp315,33 miliar menjadi Rp285,79 miliar. Selain itu, beban administrasi dan beban penjualan juga mengalami kenaikan masing-masing menjadi Rp52,66 miliar dan Rp100,65 miliar.
Dari sisi neraca, total aset PT Merck Tbk tercatat turun menjadi Rp943,68 miliar dibandingkan Rp957,81 miliar pada akhir 2023. Ekuitas perseroan juga mengalami penurunan menjadi Rp756,07 miliar dari Rp795,88 miliar, terutama akibat pembagian dividen tunai sebesar Rp143,36 miliar.
Kas dan setara kas perusahaan turut mengalami penurunan signifikan dari Rp201,43 miliar menjadi Rp76,67 miliar.