Sejarah Pelita Air yang Digadang Mengganti Garuda Indonesia (IDX: GIAA)
Tempias.com, JAKARTA – PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. (IDX: GIAA) hari ini, Kamis, 21 Oktober 2021 direncanakan akan menerima putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh My Indo Airlines (MYIA).
Putusan ini mestinya dibacakan pada 14 Oktober 2021 lalu. Akan tetapi majelis hakim menunda putusannya menjadi hari ini.
“Pembacaan Putusan ditunda oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai dengan sidang berikutnya pada tanggal 21 Oktober 2021,” ulas Mitra Piranti, VP Corporate Secretary & Investor Relations dalam keterbukaannya kepada Bursa Efek Indonesia, Senin (18/10/2021).
PKPU ini menambah deretan permasalahan yang diterima oleh maskapai flag carrier Indonesia itu. Pasalnya, persoalan utang yang harus diselesaikan disebutkan mencapai Rp70 triliun. Pemerintah bahkan sudah mewacanakan beragam opsi atas GIAA, termasuk kemungkinan digantikan oleh Pelita Air jika restrukturisasi utangnya tidak dapat diselesaikan.
Garuda telah menyampaikan klarifikasi tentang opsi ditutup oleh pemerintah. Menurut Mitra, pihaknya belum menerima informasi resmi terkait kemungkinan perusahaan ditutup.
“Sampai dengan saat ini, belum ada informasi resmi yang diterima Perseroan berkenaan dengan opsi tindak lanjut pemulihan kinerja Perseroan yang saat ini berkembang di media massa,” kata Mitra.
Lalu bagaimana sepak terjang Pelita Air yang disebut akan menggantikan Garuda (IDX: GIAA)?
Pelita Air atau biasa dikenal dengan PAS adalah maskapai penerbangan nasional yang berdiri sejak 1970 dengan nama Permia Air Service. Pada awalnya Pelita Air fokus pada penyewaan pesawat (air chartered). Pengguna terbesar PAS adalah perusahaan minyak.
Pada mulanya PT Pelita Air berdiri di bawah bendera Badan Usaha Milik Negara Pertamina dan memenuhi kebutuhan transportasi internal. Kemudian maskapai dikembangkan menjadi layanan penyediaan persewaan pesawat bagi perusahaan sejenis. Kemudian PAS berdiri sendiri sebagai anak usaha dan melepaskan manajemen dari Pertamina.
Berbeda dengan Garuda Indonesia yang menggunakan pesawat Boeing, armada Pelita Air lebih banyak berjenis non Boeing seperti Fokker, Bell, Casa, Dash, Bae-RJ, Bolkow dan Slkorsky. Klien yang biasa menggunakan Pelita Air adalah Sekretariat Negara dan sekretariat wakil presiden, chevron, Pertamina, Adaro Indonesia, PT INCO, Conoc philips Indonesia dan banyak lagi.
Dari sisi kinerja, Pelita Air termasuk maskapai yang moncer. Pada 2020 pelita Air mendapat penghargaan atas strategi pertumbuhan terbaik 2 dalam acara Anugerah BUMN oleh Kementerian yang ditujukan sebagai apresiasi atas BUMN dan anak usaha yang berprestasi.
Dalam memberikan layanan operasional, Pelita Air memiliki bandara sendiri yang terletak di Pondok Cabe Tangerang, Bandara Warukin, dan Bandara Dumai. Keberadaan bandara sendiri mempermudah layanan untuk VIP/VVIP dan juga digunakan untuk hangar. Pemerintah telah menunjuk mantan CEO Citilink Indonesia Albert Burhan sebagai Direktur Utama (Dirut) Pelita Air pada awal Oktober 2021 ini. (Tim Tempias)