Mengenal Short Selling: Mekanisme, Dampak, dan Contoh Transaksi di BEI
TheEconopost.com, Short selling adalah strategi investasi di pasar modal yang memungkinkan investor menjual saham yang belum dimilikinya dengan harapan harga saham tersebut turun.
Dalam praktiknya, investor meminjam saham dari pihak lain, menjualnya di pasar, dan kemudian membeli kembali saham tersebut di harga lebih rendah untuk mengembalikan kepada pemilik awal, sehingga memperoleh keuntungan dari selisih harga jual dan beli.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 6 Tahun 2024, transaksi short selling hanya dapat dilakukan oleh perusahaan efek yang memenuhi syarat tertentu.
Peraturan yang dikutip Sabtu, 15 Februari 2025 ini menyebut perusahaan efek harus memiliki izin dari OJK, memperoleh persetujuan dari Bursa Efek, serta memiliki perjanjian pinjam-meminjam efek dengan lembaga kliring atau pihak lain yang disetujui.
Investor yang ingin melakukan short selling diwajibkan menyetorkan jaminan awal sebesar minimal 50% dari nilai transaksi. Jika harga saham yang dijual mengalami kenaikan, investor harus memenuhi kewajiban tambahan untuk menutupi potensi kerugian. Sebaliknya, jika harga saham turun, investor bisa membeli kembali saham tersebut dengan harga lebih murah dan mendapatkan keuntungan.
Keberadaan short selling dapat mempengaruhi harga saham di pasar. Jika banyak investor melakukan short selling terhadap suatu saham, tekanan jual dapat menyebabkan harga saham turun lebih cepat. Bagi investor yang memiliki saham tersebut tanpa terlibat dalam short selling, kondisi ini dapat menyebabkan penurunan nilai portofolio mereka.
Namun, short selling juga berperan dalam meningkatkan likuiditas pasar dan membantu pembentukan harga yang lebih wajar. Dalam kondisi pasar yang efisien, short selling dapat menjadi alat untuk mengoreksi harga saham yang dinilai terlalu tinggi.
Saran bagi Pemula Menghadapi Short Selling
Bagi investor pemula, memahami dinamika short selling sangat penting sebelum terjun ke pasar modal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
- Pahami Risiko – Short selling memiliki risiko tinggi, terutama karena potensi kerugian bisa tidak terbatas jika harga saham terus naik.
- Gunakan Stop-Loss – Menetapkan batas kerugian dapat membantu investor menghindari risiko yang lebih besar.
- Pantau Regulasi OJK – Peraturan OJK Nomor 6 Tahun 2024 mengatur batasan dan kewajiban bagi pelaku short selling, termasuk syarat jaminan dan batas waktu transaksi.
- Diversifikasi Portofolio – Untuk mengurangi dampak volatilitas pasar akibat short selling, investor disarankan memiliki portofolio yang terdiversifikasi.
- Hindari Spekulasi Berlebihan – Pemula sebaiknya tidak menjadikan short selling sebagai strategi utama tanpa analisis fundamental yang kuat.
OJK menyebut terus mengawasi praktik short selling untuk menjaga stabilitas pasar dan melindungi investor.
Bursa Efek Indonesia (BEI) juga telah menerbitkan kebijakan pembatasan transaksi short selling melalui Surat Keputusan Direksi Nomor Kep-00170/BEI/10-2024. Aturan ini mulai berlaku pada 25 November 2024 sebagai langkah adaptasi terhadap risiko short selling dan menjaga stabilitas pasar modal.
Dalam keputusan tersebut, BEI membatasi transaksi short selling hanya pada saham yang masuk dalam daftar Efek Short Selling, yang terdiri dari saham yang memenuhi kriteria tertentu dalam Peraturan Nomor II-H dan merupakan bagian dari Indeks LQ45. BEI juga memiliki wewenang untuk menentukan saham mana dari Indeks LQ45 yang masuk daftar short selling berdasarkan kondisi pasar dan aktivitas perdagangan​.
Pembatasan Jumlah Transaksi short selling
BEI menetapkan batas maksimal short selling berdasarkan rata-rata nilai transaksi harian anggota bursa di pasar reguler satu bulan sebelumnya. Rinciannya sebagai berikut:
- >Rp750 miliar per hari: Maksimum short selling 0,03% dari total saham tercatat.
- Rp300 miliar – Rp750 miliar per hari: Maksimum short selling 0,02%.
- <Rp300 miliar per hari: Maksimum short selling 0,01%.
Selain itu, jumlah total akumulasi outstanding short selling dibatasi hingga 0,04% dari total saham tercatat setiap harinya​.
Pembiayaan transaksi short selling hanya dapat diberikan kepada investor individu lokal yang memiliki Single Investor Identification (SID). Sementara itu, anggota bursa yang telah memperoleh izin untuk melakukan short selling untuk kepentingan sendiri baru dapat memulai transaksi pada 1 Juli 2025​.
Daftar 10 Emiten yang Bisa Diperdagangkan dalam Sesi Short Selling 2025:
- PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO)
- PT Astra International Tbk (ASII)
- PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI)
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI)
- PT Barito Pacific Tbk (BRPT)
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI)
- PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA)
- PT Summarecon Agung Tbk (SMRA)
- PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM)
Contoh Transaksi Short Selling Saham ABCD di Bursa Efek Indonesia
Seorang investor bernama Budi meyakini bahwa harga saham ABCD, yang saat ini diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada harga Rp10.000 per lembar, akan mengalami penurunan dalam beberapa hari ke depan. Untuk mengambil keuntungan dari prediksi ini, Budi memutuskan untuk melakukan transaksi short selling dengan mekanisme sebagai berikut:
- Meminjam Saham
- Budi meminjam 1.000 lembar saham ABCD dari perusahaan efek yang memiliki izin short selling.
- Perusahaan efek memberikan batas waktu tertentu bagi Budi untuk mengembalikan saham yang dipinjam.
- Menjual Saham
- Budi langsung menjual 1.000 lembar saham ABCD di pasar dengan harga Rp10.000 per lembar.
- Dari transaksi ini, Budi mendapatkan dana sebesar Rp10.000.000.
- Menunggu Penurunan Harga
- Beberapa hari kemudian, harga saham ABCD turun menjadi Rp8.000 per lembar.
- Sesuai prediksi Budi, ia dapat membeli kembali saham ABCD dengan harga lebih murah.
- Membeli Kembali Saham (Buy Back)
- Budi membeli kembali 1.000 lembar saham ABCD di pasar dengan harga Rp8.000 per lembar, menghabiskan dana Rp8.000.000.
- Mengembalikan Saham ke Perusahaan Efek
- Setelah membeli kembali sahamnya, Budi mengembalikan 1.000 lembar saham ABCD kepada perusahaan efek.
- Keuntungan Short Selling
- Dari transaksi ini, Budi memperoleh keuntungan sebesar:
Rp10.000.000 (hasil penjualan awal) – Rp8.000.000 (biaya pembelian kembali) = Rp2.000.000 - Namun, Budi juga harus membayar biaya pinjam saham dan biaya transaksi kepada perusahaan efek, yang mengurangi keuntungan bersihnya.
- Dari transaksi ini, Budi memperoleh keuntungan sebesar:
Risiko Short Selling
Jika prediksi Budi meleset dan harga saham ABCD justru naik menjadi Rp12.000 per lembar, ia tetap harus membeli kembali saham tersebut untuk dikembalikan ke perusahaan efek. Dalam kasus ini, ia mengalami kerugian sebesar:
Rp12.000.000 (biaya pembelian kembali) – Rp10.000.000 (hasil penjualan awal) = Rp2.000.000 kerugian
Oleh karena itu, short selling dianggap berisiko tinggi karena potensi kerugian tidak terbatas jika harga saham terus naik.
Bayar Sesuai Keinginan Terima Kasih Sudah Membaca Berita Istimewa di The Econopost! Konten yang Anda baca merupakan konten premium. Apresiasi kami dengan melakukan pembayaran melalui QRIS sesuai keinginan Anda. ![]() Cukup scan QR code yang tersedia, dan terus nikmati informasi terbaru yang kami sajikan khusus untuk Anda. Kontribusi Anda sangat berarti bagi kami untuk terus menghadirkan informasi tajam, terpercaya, dan eksklusif sesuai kebutuhan. Best Regard |