Dirut IDEA Eko Desriyanto: Membangun Trust Industri Hospitality
Memulai milestone baru lewat IPO, IDEA bergerak cepat mengembangkan bisnis. Pada 2025, perusahaan menargetkan bisa memiliki 10.000 ribu siswa online, dan 10.000 siswa dari kelas hybrid learning. “Itu cara kita membuat investor happy.”
***
Tempias.com, JAKARTA- Nama Eko Desriyanto seketika membanjiri halaman media online dan cetak Tanah Air. Menggawangi sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang perhotelan, Direktur Utama PT Idea Indonesia Akademi (IDX: IDEA) mencuri perhatian lewat rencana IDEA melantai di Bursa Efek Indonesia.
Jatuh bangun mengembangkan bisnis pendidikan dan pelatihan membuat Eko punya banyak amunisi melangkah lebih jauh. Proses IPO yang tengah dihelat IDEA, menjadi pemantik untuk berkembang lebih besar. Kepada Tempias.com, Eko menuturkan sejumlah rencana yang siap direalisasikan sebagai pemula milestone baru.
Bagaimana rencana yang telah disiapkan dan apa saja cerita di balik rencana IPO IDEA? Simak bincang santai Ira Guslina dari Tempias.com dengan Eko Desriyanto yang berlangsung secara virtual, akhir Agustus 2021.
Bagaimana awalnya Anda pertama kali bisa terjun ke dunia perhotelan?
Awalnya itu the power of kepepet. Saya lulusan Fakultas Syariah, jurusan Hukum Perdata Islam, mestinya jadi hakim atau panitera di Pengadilan Agama. Tapi memang waktu itu sudah coba melamar tidak pernah jebol, ga berhasil meyakinkan recruiter. Akhirnya saya coba kesempatan di industri lain. Kebetulan saat kuliah dulu saya pernah dapat grant dari beasiswa pemerintah untuk Research Management on Islamic Studies di United Kingdom. Di sana saya part time di hotel.
Setelah pulang dari UK, kok ga dapat-dapat kerja juga. Saya ingat pernah punya pengalaman jadi Door Greater, tukang buka pintu di hotel. Dengan pengalaman itu saya coba masukin lamaran ke hotel, siapa tahu opportunity ada di sini. Dan benar, pas saya beritahu punya pengalaman di hotel berbintang dan bisa Bahasa Inggris, saya malah dapat kerja. Ternyata kemampuan Bahasa Inggris itu sangat penting di industri hospitality. Di Jogja saat itu lagi banyak-banyaknya turis. Itu awalnya terjun kerja di perhotelan.
Setelah bekerja di hotel, apa yang mendorong Anda mendirikan Lembaga Pelatihan dan Pendidikan Perhotelan sendiri?
Saya kenal industri perhotelan kurang lebih tahun 2006. Kebetulan sempat terjun di industri perhotelan meski tidak lama, hanya 8 bulan. Kemudian saya melihat ada opportunity yang besar sekali. Karyawan hotel zaman saya dulu minimal punya tiga penghasilan; pertama dari gaji pokok, kedua service charge dan ketiga tips tamu. Kalo boleh dibilang, banyak pekerja di hotel waktu itu not well educated. Rata-rata pekerja hotel waktu itu tamatan SMP, SMA, bahkan yang senior-senior ada yang hanya lulusan SD. Sedangkan saya lulusan sarjana. Saya saat itu merasa over qualified.
Tapi karena mendapat pelatihan yang sangat baik, follow the standar, akhirnya mereka jadi karyawan yang baik dari learning from the experience. Dari sini saya melihat hotel menawarkan opportunity yang besar bagi mereka yang tidak sanggup kuliah, atau tidak mau melanjutkan pendidikan ke level yang tinggi seperti diploma, atau S1. Jadi, karyawan hotel itu gajinya tinggi, tetapi pendidikan ga perlu tinggi – tinggi, ini kan menarik!
Saya melihat ada masalah di kalangan karyawan hotel yang punya triple income tadi, semacam mengalami syok, financial syok. Mereka sebelumnya tidak punya uang, tiba-tiba punya triple income. Habitnya langsung berubah, nongkrong dan clubbing jadi hal biasa. Akibatnya, di tengah bulan uang mereka habis, gak punya financial management yang baik.
Saya juga melihat ada yang kurang dari segi personality building dan religiusitas karyawan hotel. Itu yang membuat saya punya tanggung jawab untuk mengubah kultur karyawan hotel. Saya putuskan keluar dari situ kemudian mendirikan lembaga pelatihan.
BACA JUGA: IPO Idea Akademi (IDX: IDEA), Ini 10 Fakta Penting untuk Calon Investor
Apakah saat itu langsung mendirikan IDEA?
Awalnya, lembaga pendidikannya bergerak di bidang Bahasa Inggris dan perhotelan. Saya gandeng beberapa teman yang baru pulang dari kapal pesiar. Saya punya gedung dan lembaga pendidikan Bahasa Inggris, kemudian partner saya punya pengalaman kapal pesiar dan modal. Digabung, jadilah lembaga Bahasa Inggris dan Perhotelan di Jogja. Dulu namanya bukan IDEA, tapi Star Royal Internasional.
Nah, masalahnya adalah dalam sebuah kerjasama kalau sama-sama amanah ada Tuhan sebagai penguatnya. Tapi kalau ada yang berbalik kan repot. Akhirnya wanprestasi. Tapi saya tetap bertanggung jawab pada 80-an siswa yang sudah mendaftar untuk mencarikan kerja sesuai janji di awal.
Sebagai bentuk tanggung jawab, saya keliling dari satu hotel ke hotel lain. Dari situ, saya jadi punya koneksi dengan GM dan Manager-Manager di hotel. Saya juga jadi realize bahwa demand untuk karyawan perhotelan itu sangat tinggi. Sebanyak 80 orang yang jadi tanggungan saya waktu itu, selesai ditempatkan kerja dalam 3 bulan. Ini yang membuat saya yakin.
Ya sudah saya lanjutkan saja perjuangan. Challenge and opportunity bagus. Akhirnya saya bukalah lembaga pelatihan sendiri namanya IDEA.
Adakah pihak lain yang dilibatkan saat IDEA pertama berdiri?
Kebetulan sendiri. Saya sudah coba presentasi pada beberapa calon investor. Investor tidak ada yang mau, karena bisnis ini dianggap high risk. Tapi karena saya sendiri ngalamin bisa menempatkan kerja anak-anak dengan cepat, saya yakin ini bisa. Saya optimis jalan.
Saya coba poles Bahasa Inggris siswa dan akhirnya teman-teman GM hotel minta lagi. Disitu saya merasa opportunity-nya ada. Begitu kurang lebih sampai akhirnya saya memutuskan membuat IDEA Indonesia ini sendiri.
Berdasarkan prospektus, nama lain yang juga tercantum sebagai pemegang saham IDEA adalah Achmad Machlus Sadat. Boleh diceritakan bagaimana korelasinya dengan Anda?
Awalnya saya dirikan sendiri IDEA, baru pada 2019 saya ketemu dengan Mas Achmad Sadat. Tentu periode 2009-2019 itu kaya sekali akan cerita. Mulai hanya dengan 14 siswa, IDEA terus berkembang sampai 2019 rata-rata siswanya 500 orang per tahun. Then, it works.
Ketika saya gawangi sendiri, IDEA sudah berkembang dengan cukup banyak prestasi bergengsi. Pada 2016 kita sudah juara 2 nasional dengan punya siswa paling banyak untuk lembaga pelatihan perhotelan swasta. Kita juga juara 1 nasional pada 2019. Sempet mikir, mau ke mana lagi karena sudah segede itu.
Saya mulai berorganisasi pada 2014 di komunitas Tangan Di Atas (TDA). Tujuannya, cari teman, relasi dan inspirasi. Pada 2019 saya menjadi Sekretaris Umum Pengurus Pusat TDA. Waktu itu TDA mengadakan event yang namanya Meet The Investor (MTI). Salah satu calon investor yang kita undang adalah Mas Achmad Sadat. Saya waktu itu duduk sebagai calon investor juga bareng Mas Sadat.
Saat itu, saya dan Mas Sadat ikut seleksi calon-calon bisnis yang mau kita invest. Dan alhamdulillah ga dapat.
Ada cerita lucu nih. Jadi, waktu Mas Sadat kasih pengarahan dan sharing pengalaman sebagai investor, saya tertidur.. Malu banget, makanya saya pikir harus harus ngobrol dekat dan minta maaf. Alhamdulillah, suasana bisa cair dan kami sempat lama ngobrol.
Kesan pertama saya, beliau merupakan pribadi yang santun dan santri. Saya juga lihat beliau punya keahlian yang tidak pernah saya miliki sebelumnya. Mas Sadat ini adalah financial analyst dan financial engineer yang luar biasa. Selama ini saya tidak menguasai dan tidak mampu di bidang itu. Saya buat bisnis bisa, operasional bisa, cari duit bisa, tapi untuk mengembangkan IDEA sebagai korporasi saya belum punya ilmunya.
Apa yang berubah setelah ketemu?
Terus terang sampai beberapa pertemuan, kalo tidak salah pertemuan kelima, kami tidak pernah ngobrol kolaborasi bisnis di IDEA. Kami lebih sering ngobrol visi, soal manajemen, soal pengembangan perusahaan secara umum, dan ternyata itu adalah cara Mas Sadat melakukan due diligence kepada saya.
Beliau sampai dibela-belain datang dan nginap di rumah saya. Sebagai tuan rumah, ya saya biasa saja hormat beliau dan semua berjalan normal. Belum ada pembicaraan mengenai kolaborasi bisnis IDEA.
Baru setelah beberapa kali pertemuan Mas Sadat nanya, IDEA ini mau dikembangkan seperti apa, terus mas Eko mau nyari investor apa tidak? Kalau mau nyari investor itu yang seperti apa? Nah ini kan repot menjawabnya. Karena kan awalnya, saya gak sedang cari investor.
Terus beliau menyampaikan satu hal. Mas Eko mau jadi operator di bisnis ini sampai kapan? Beberapa pertanyaan itu menggugah saya. Ya iya ya, kita tidak bisa membuat bisnis memenjarakan kita. Kita tidak harus selalu memikirkan hal teknis, hal keseharian, dan itu harus ditingkatkan lagi.
Ada satu hal yang beliau sampaikan bahwa mengembangkan bisnis harus mengarah ke standar korporasi agar layak untuk di IPO-kan. Sepertinya, saat itu beliau sudah melihatan IDEA ini bisa IPO karena memang fundamental bisnis jasa ini profitnya tinggi.
Saat memutuskan untuk bergerak menjadi perusahaan terbuka lewat IPO, hal apa yang selanjutnya dilakukan?
Kami mulai dari hal sangat mendasar. Kita restrukturisasi perusahaan, buat PT baru, buat kepemilikan saham yang proporsional. Setelah itu kita kembangkan asetnya, kemudian berbagai perbaikan kita lakukan. Kita lakukan dalam waktu yang relatif cepat dan benar.
Tadinya kan hanya berbentuk LKP, penyedia jasa pelatihan milik perorangan. Saya bilang, saya siap untuk berubah.
April 2019 kita memutuskan melangkah bersama dalam wadah PT IDEA Indonesia Akademi.
BACA JUGA: Bukan ARTO atau KINO, Patrick Walujo Sebut Ini Investasi Northstar Paling Cuan
Setelah rencana IPO disepakati apakah langsung bikin anak usaha?
Waktu Mas Sadat masuk itu, sebetulnya saya sudah mulai membangun hotel, restoran dan asrama. Tapi semua masih under LKP. Saya mikirnya sesederhana itu, ada bisnis hotel dan sekalian jadi tempat praktek, alatnya lengkap, ada restoran dan catering juga untuk para siswa. Ini captive market-nya adalah peserta pelatihan yang tinggal di kamar hotel, belajar, laundry dan makannya kita siapkan.
Saat restrukturisasi, kita buat PT dan anak perusahaan yang berdiri sendiri-sendiri. Sehingga anak perusahaan ini bukan menjadi beban bagi induknya, tapi menjadi revenue booster bagi induknya.
Pada saat 2020 terjadi pandemi, bagaimana IDEA bertahan dengan industri pelatihan perhotelan?
Memang kita sempat wajib tutup di awal April dan Mei 2020. Untungnya, di IDEA ini daftarnya harus setahun sebelumnya, tahun ini daftar, belajarnya tahun depan, saking antri siswa mendaftar. Kita punya 988 siswa yang daftar di 2019, sudah bayar, dan siap belajar di 2020. Bisa dikatakan tidak terlalu terpengaruh pandemi sama sekali. Saat Juni 2020, Kota Metro memasuki zona kuning dan orange. Akhirnya kita putuskan untuk tatap muka dengan minta persetujuan orang tua dan dinas terkait.
Dari 988 siswa terdaftar dan sudah memnbayar, 743 siswa yang masuk pelatihan di 2020, sisanya ada yang mundur, ada juga yang menunda belajar di tahun berikutnya. Jadi selama 2020, meskipun pandemi performance perusahaan malah naik.
Bagaimana untuk 2021, apakah masih banyak siswa mendaftar?
Nah, 2021 ini boleh dikatakan kita baru mulai merasakan pandemi. Karena selama 2020 seluruh sekolah melakukan belajar daring, maka penjaringan siswa dilakukan full daring. Untungnya, selama ini alumni dan stakeholder sekolah sangat aktif merekomendasikan siswa baru ke IDEA. Memang ada penurunan drastis, tetapi angkanya masih sangat bagus karena masih ada sekitar 400-500 peserta pelatihan sampai 2021. Ini sudah melampaui target kita di 2021, yang hanya 200 peserta didik.
Alumni IDEA kerja di mana?
Alumni IDEA rata-rata kerja di hotel, restoran, coffee shop, kapal pesiar, bandara, perusahan umum dan berbagai office building di Jakarta. Karena hospitality tidak hanya terkait hotel tetapi juga sangat capable dan kompatible dengan kebutuhan berbagai perusahaan sebagai recepcionist, customer service, barista, housekeeping, dan chef. Jadi ketika industri hotel pada ambruk, alumni kita penyalurannya meluas ke berbagai sektor. Memang penyerapannya tidak terlalu besar, tapi mereka masih dapat beroperasi selama pandemi.
Secara bisnis IDEA sudah bagus, kenapa harus IPO. Apa yang ingin dicapai?
IPO itu bukan ujung dari kerja kita, tapi awal dari kerja besar selanjutnya. Itu sudah jadi prinsip kita di IDEA. Lalu apa sih sebetulnya goals dari IPO? Kami punya revenue dan profit yang bagus. Kami melihat ada potensi dan opportunity yang begitu besar yang justru bisa dioptimalkan pencapaiannya dengan IPO.
Pertama, kalau kita menjadi perusahaan terbuka bidang jasa pendidikan vokasi yang sudah IPO tentu trust masyarakat akan meningkat. Karena kalau “uji” lulus bursa dan OJK, sudah pasti kita adalah perusahaan yang good governance cooperation.
Kedua, karena kami melihat potensi pasarnya masih besar dan tersebar di seluruh Indonesia maka kami merasa sangat perlu untuk melakukan ekspansi di daerah di luar kota Metro Lampung seperti Jawa Barat, Sumsel, Pekanbaru Jawa Tengah. Kenapa kita merasa yakin karena selama ini di lampung saja para siswa mau datang dari Balikpapan, Sulawesi, Pare-pare ke Lampung. Dengan IPO, kami bisa melaksanakan expansi bisnis ini lebih cepat.
Kita juga sudah sampaikan rencana kita ke beberapa partner di luar Lampung, seprti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan dan Sumatera Selatan, mereka langsung menyambut baik rencana ini. Karena selama ini kalau ngambil dari Lampung itu, mereka rebutan baik untuk kerja maupun untuk magang.
Kalau target IPO akan membangun gedung dan buka cabang. Bagaimana nanti realisasinya?
Kita sudah komit dengan pihak otoritas bahwa kita akan mulai berproses untuk pembangunan dan pembukaan cabang itu paling lama tiga bulan setelah dana emisi sampai kepada kita. Kita perlu besarkan kapasitas hotel agar di Metro Lampung hotel kita menjadi paling besar. Saat ini, hotel kita bisa dikatakan sudah paling popular, demand-nya sangat bagus. Kita kemarin bangun 113 kamar tapi yang 79 kamar itu untuk siswa, sisanya untuk tamu komersial. Kita punya 12 meeting room dan 1 Ballroom.
Saat ini, bersamaan dengan IDEA ada 6 calon emiten lain yang siap IPO. Bagaimana Anda melihat kans IDEA?
Kami mempelajari prospektus emiten lain. Semakin kita mengintip semakin kita pede karena fundamental kita bagus. Dan kita lihat beberapa rekomendasi dari youtube, dari analis bebas mayoritas merekomendasikan IDEA dan itu membuat kita makin pede.
Selain itu kita juga tengah membangun kerjasama dengan hotel existing. Banyak hotel sakit karena pandemi. Nah kalau IDEA masuk mereka bisa langsung menyelesaikan banyak masalah seperti okupansi, crown, manning, dan terutama masalah keuangan.
Bagaimana Anda melihat adanya kekhawatiran investor pada emiten yang justru jadi perusahaan “gocapan” tak lama setelah IPO?
Saya melihat perusahaan gocap itu karena IPO dijadikan tujuan untuk exit dari usaha yang sudah dibangun. Kalau kami eman-eman, ini bisnis bagus, bisnis profit. Jadi kalau kita hanya sekadar dapat 30 miliar kemudian kita tinggalkan ya sayang banget. Karena dengan bekerja 3 tahun saja kita sudah dapat segitu banyak.
Kita justru melihat growth opportunity-nya banyak sekali di IDEA. Ini jadi poin pertanyaan Bursa dan OJK apa komitmen saya untuk tidak meninggalkan IDEA dalam 3 tahun? Saya jawab aja, jangankan tiga tahun, jika pemegang saham bebrkenan, saya siap 50 tahun berada di IDEA. Karena ini perusahaan yang saya bangun sejak lama. Walaupun secara formal PT Idea Indonesia Akademi ini baru berdiri 2019, tetapi saya kan sudah menjalankannya sebagai Lembaga Pendidikan sejak 2009.
Adakah rencana strategis dengan emiten atau perusahaan lain?
Dalam proses IPO ini ada banyak yang kontak kami. Dari perusahaan terutama yang bergerak di bidang properti. Ada yang menawarkan hotel, tanah, dan property lain untuk dikelola. Ada yang punya lahan super block dan dan siap untuk bangun hotel dan lembaga pelatihan, mereka minta kita untuk kelola. Itu yang saya katakan trust masyarakat naik. Saat ini salah satunya di Bogor, sudah penjajakan dan semoga deal.
Dari segi mutu dan pendidikan, bagaimana pengembangan IDEA ke depan?
Pelatihan yang kita berikan mencakup 8 bidang, yaitu: front office dan customer service, tata graha, food service, barista, pastry, culinary, sales marketing and digital communication dan terakhir HR. Kalau dilihat dari kebutuhan industry, kita ini one stop solution untuk kebutuhan human capital.
IDEA juga sudah sign agreement dengan 20-an chain hotel dengan lebih dari 600 unit hotel. Ada Archipelago yang punya 158 hotel, IHM, MGM, DHM, PHM, Melia dan lainnya. Kita juga mengembangkan platform Hybrid Learning untuk merespon kebutuhan belajar online dan offline.
Bagaimana Hybrid learning ini akan dilaksanakan?
Nanti siswa akan belajar secara online di rumah masing-masing, kemudian mereka praktik di hotel mitra IDEA yang terdekat dengan rumah mereka. IDEA Indonesia bekerjasama dengan 600-an hotel tadi untuk mendukung pelaksanaan Hybrid Learning ini.
Hybrid Learning ini direkomendasikan untuk siswa dari daerah yang belum ada cabang IDEA disana. Platform Hybrid ini akan memfasilitasi siswa baru baik yang sudah terdaftar atau belum, agar tetap bisa belajar jarak jauh jika pandemi terus berlanjut. Rencana kick off Hybrid Learning akan dilaksanakan Desember 2021. Saat ini sedang dalam penyempurnaan platformnya.
Dari dua cara belajar yang sudah kita kembangkan, online dan offline, masing-masing kita target dapat melatih 10.000 siswa pelatihan. Itu cara kita membuat investor happy!.