HeadlineIHSG

Sejarah Alumindo (ALMI), Pabrik Aluminium Terbesar di Asia Tenggara yang Ditutup oleh Maspion Grup

PT Alumindo Light Metal Industry Tbk. (IDX: ALMI), produsen aluminium lembaran terbesar di Asia Tenggara, mengumumkan penghentian seluruh kegiatan operasionalnya per 31 Oktober 2024. Keputusan ini datang setelah perusahaan berjuang menghadapi berbagai kendala operasional dan finansial sejak beberapa tahun terakhir.

ALMI bergerak di beberapa lini usaha, termasuk industri pembuatan logam dasar bukan besi, penggilingan logam bukan besi, pengecoran logam bukan besi dan baja, perdagangan besar logam, serta daur ulang barang logam dan perdagangan besar barang bekas dan scrap. Beroperasi di Desa Sawotratap, Kecamatan Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur, dengan kantor pusat di Jl. Kembang Jepun No. 38-40, Surabaya, ALMI telah menjadi salah satu pemain utama di sektor industri aluminium selama empat dekade terakhir.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan ALMI, Wibowo Suryadinata, mengungkapkan penghentian operasional ini sebagai upaya strategis menghadapi situasi keuangan yang semakin menekan.

Berdiri sejak 26 Juni 1978 di bawah akta notaris Soetjipto, SH, di Surabaya, ALMI mulai berproduksi secara komersial pada Januari 1983. Pada awal produksinya, ALMI menghasilkan 12.000 ton aluminium lembaran dan 4.800 ton aluminium foil. Seiring berjalannya waktu, produksi perusahaan berkembang hingga mencapai kapasitas 144.000 ton aluminium lembaran dan 18.000 ton aluminium foil.

Pada 2 Januari 1997, perusahaan resmi go public dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan harga pelaksana Rp1.300 per saham setelah memperoleh pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pada Desember 1996. Sejak IPO, perusahaan menunjukkan komitmennya untuk memperluas pangsa pasar aluminium, baik di dalam maupun luar negeri.

Bisnis Tertekan Bea Masuk AS dan Penurunan Pasar Ekspor

Tahun 2018 menjadi titik balik yang menantang bagi ALMI. Amerika Serikat, salah satu pasar utama perusahaan, memberlakukan tarif bea masuk pada produk aluminium. Kebijakan ini menekan ekspor ALMI yang awalnya mencapai penjualan sekitar 10.000 ton per bulan, tetapi kemudian merosot tajam menjadi 2.000 ton per bulan. Meski manajemen ALMI berupaya melakukan diversifikasi pasar dan menggandeng investor di industri aluminium, langkah-langkah tersebut tidak mampu sepenuhnya mengembalikan performa perusahaan ke level sebelumnya.

Pada 2021, ALMI melakukan aksi korporasi dengan menambah modal sebesar Rp800 miliar. Langkah ini diambil untuk meringankan beban utang dan memberikan ruang bagi perusahaan untuk memperbaiki neraca keuangannya. Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil optimal karena tantangan struktural di industri aluminium terus berlanjut, ditambah dengan naiknya biaya bahan baku dan volatilitas pasar.

Dengan perkembangan yang tidak menggembirakan, manajemen akhirnya memutuskan untuk menghentikan operasional per 31 Oktober 2024. “Setelah mempertimbangkan berbagai faktor, kami memutuskan untuk menghentikan kegiatan operasional untuk sementara waktu,” jelas Wibowo. Keputusan ini berdampak pada seluruh proses administrasi dan penjualan ALMI. Meski demikian, pihak manajemen menyatakan sedang mencari mitra strategis dan investor potensial yang dapat membantu ALMI menemukan pasar baru atau meningkatkan kapasitas operasional di masa mendatang.

Meskipun menghentikan operasional, Wibowo menyatakan bahwa “tidak ada masalah hukum terkait dengan keputusan ini,” dan status hukum perusahaan di BEI tetap tidak berubah.

Keyakinan ini juga terlihat dalam struktur tenaga kerja, laporan keuangan perusahaan menyebut per 30 September 2024. Entitas tidak mempunyai karyawan tetap, selama ini perusahaan telah menggunakan karyawan tidak tetap untuk menunjang kegiatan operasional.

Struktur Kepemilikan Saham dan Pemegang Saham Utama

Per 30 Juni 2024, ALMI memiliki struktur kepemilikan saham sebagai berikut: 2,61% saham dimiliki oleh publik (99,3 juta lembar saham), sementara pemegang saham mayoritas adalah Husin Investama (66,5%), Guna Investindo (8,65%), dan Alim Investindo (15,72%). Husin Investama dimiliki oleh tokoh-tokoh pewaris Grup Maspion, yakni Alim Markus (29,2%), Alim Mulia Sastra (23,3%), Alim Prakasa (23,3%), Alim Puspita (11,7%), serta anggota keluarga lainnya (12,5%).

Adapun Alim Investindo, dimiliki oleh Alim Markus (28%), Alim Prakasa (22,4%), Alim Puspita (11,2%), Alim Mulia Sastra (22,4%), dengan kepemilikan lainnya berada pada holding Husin Investama (16%).

Redaksi

Dukung kami untuk terus menyajikan konten bermanfaat dan memberi insight. Hubungi kami untuk konten di redaksi@theeconopost.com. Untuk kerja sama iklan dan promosi lainnya ke marketing@theeconopost.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Untuk mengcopy teks yang dibutuhkan hubungi marketing@theeconopost.com