Divestasi Mitrabahtera (IDX: MBSS), Lo Kheng Hong & Jejak Galley Arnawarna
PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. (IDX: MBSS) menatap langkah di bawah pengendali baru, Galley Adhika Arnawama. Masuknya pengendali baru ini terjadi setelah PT Indika Energy Tbk (IDX: INDY) dan China Navigation melepas seluruh kepemilikan saham atau divestasi di MBSS.
Langkah Indika Energy menjual perusahaan distributor pengangkutan batu bara ini telah disampaikan kepada bursa sejak 9 Agustus 2021 lalu. Dalam surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Perusahaan Adi Pramono, INDY melego 51 persen saham di MBSS yang dikuasai melalui PT Indika Energy Infrastructure.
Bertindak sebagai pembeli saham adalah Galley Adhika Arnawama. INDY menyepakati harga penjualan sebesar 41,31 juta dolar atas 892,51 juta lembar saham yang dimilikinya. Dengan kurs Rp 14.400 per dolar, maka transaksi divestasi ini setara dengan Rp 594,86 miliar.
Dalam transaksi tersebut, pemegang saham terbesar kedua yakni The China Navigation Co. Pte. Ltd (CNCo) juga disebutkan menjual kepemilikannya. Kepemilikan CNCO per 31 Juli 2021 berdasarkan salinan biro registrasi efek sebanyak 449,44 juta lembar atau setara 25,68 persen. Atau dengan kata lain CNCo memperoleh 20,8 juta dolar AS dari transaksi ini.
Dengan aksi belanja saham dari Indika ditambah seluruh saham CNCo, Galley akan menguasai setara 76,68 persen saham MBSS. Sedangkan pemegang saham terbesar ketiga yakni investor kawakan Lo Kheng Hong disebutkan tidak ikut melepas saham yang dimilikinya dalam divestasi sehingga kini menjadi pemegang saham kedua terbesar.
MBSS melaporkan, setelah divestasi selesai dilakukan, kepemilikan saham perusahaan pengangkut batu bara itu akan terdiri dari PT Galley Adhika Arnawama setara 76,68 persen dan Lo Kheng Hong 6,11 persen. Sedangkan masyarakat memiliki 17,2 persen saham MBSS.
“[Kepemilikan saham masyarakat masih dapat berubah] tergantung pada [hasil] penawaran tender wajib,” tulis Adi lebih lanjut.
Lalu siapa Galley Adhika Arnawama yang memborong perusahaan distributor pengangkutan Batu Bara dari Indika?
Berdasarkan hasil penelurusan Tempias.com, Galley merupakan perusahaan yang beralamat di Town House Building. Kementerian Hukum dan HAM mencatat perusahaan pertama kali diumumkan dalam berita negara pada 2017 dengan No SK AHU-0050436.AH.01.01.Tahun 2017. SK ini merupakan pengesahan akta No. 13 tanggal 31 Oktober 2017 dihadapan notaris Dedy Pramono.
MBSS dan Galley pertama kali dilaporkan berkontrak pada 2018. MBSS saat itu menyediakan layanan logistik bagi Galley. Produsen nikel berlokasi di Sulawesi. Pada saat itu kontrak dibuat untuk jangka waktu 1 tahun.
Selanjutnya dalam laporan kinerja keuangan MBSS per September 2019, perusahaan melakukan kontrak dengan Galley untuk mengangkut batu bara. Nilai kontrak itu setara 0,6 dollar AS per metrik ton. Kontrak berlaku hingga 2020.
BACA JUGA: Menakar Saham UVCR dan Kedatangan Pieter Tanuri
Sementara pada kinerja Juni 2021, nama Galley tidak lagi menjadi perusahaan yang mengikat kontrak dengan MBSS. Dalam paparan kinerja itu, MBSS menyebutkan Galley merupakan bagian dari VDNI, perusahaan tambang nikel berbasis di Sulawesi Tenggara.
Sementara itu, nama Galley juga tercatat bermitra dengan PT Pelita Samudera Shipping Tbk (PSSI). Berdasarkan keterbukaan informasi PSSI, pada Maret 2019, pihaknya memiliki beberapa kontrak dengan Galley. PSSI menyewakan dua unit kapal supramax bulk carrier yang dimiliki kepada Galley Adhika Arnawama. Masa sewa dimulai 28 Februari 2019 hingga 27 Februari 2024. Nilai kontrak itu setara dengan 39,4 juta Amerika Serikat.
Saat berbeda, Direktur Utama Pelita Samudera Shipping Iriawan dalam pernyataannya ke media September 2019, menyebutkan Galley adalah bagian dari PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI). Perusahaan nikel yang berpusat di Sulawesi Tenggara itu merupakan rakasa nikel terbesar kedua di Tanah Air.
Sedangkan rilis terbaru PSSI dalam pembukaan kantor di Kendari, Sulawesi Tenggara, menyebutkan salah satu direktur Galley adalah Ferdinand Mapaye. Sosok yang sebelumnya hingga Agustus 2019 tercatat sebagai Head-Marketing MBSS.
Lo Kheng Hong dan Saham MBSS
Saat Indika dan CNCo menjual sahamnya kepada kelompok VDNI, pemegang saham terbesar ketiga, Lo Kheng Hong terlihat melakukan sejumlah aksi korporasi.
Pada 10 Agustus 2021, atau sehari setelah pengumuman, Pak Lo, begitu dia biasa disapa melepas 4,75 juta lembar saham MBSS. Posisi yang membuat kepemilikannya susut menjadi 5,84 persen.
Akan tetapi, setelah merealisasikan sebagian keuntungan, Pak Lo kembali masuk MBSS. Pada 13 Agustus, mantan bankir yang kerap dijuluki Warren Buffett Indonesia itu kembali memilih belanja saham MBSS. Pada tahap ini, Pak Lo belanja 50.000 lembar saham.
Aksi belanja di MBSS kembali dilakukan pada 16 Agustus 2021, Pak Lo memborong 497.400 lembar saham. Setelahnya dia kembali memborong saham MBSS pada 18 Agustus 2021 sebanyak 100.000 lembar.
Hingga 20 Agustus 2021, belum terdapat penjelasan aksi oleh investor di atas 5 persen ini ke manajemen bursa. Tempias.com mengkonfirmasi aksi ini kepada Pak Lo. Dia mengatakan saat ini harga saham MBSS masih di bawah nilai buku.
“Nilai buku per sahamnya Rp 1.200,” ujar Lo Kheng Hong.
Investor kawakan ini pertama kali masuk ke MBSS pada medio 2016. Saat itu, dalam salah satu wawancara media, dia menyebutkan belanja pada harga Rp 200-an. Harga ini tentu telah mengalami perubahan karena Pak Lo dari data KSEI terlihat masuk dan keluar atas saham distribusi batu bara itu.
Saham MBSS sendiri di lantai bursa perlahan bergerak naik. Setelah ditutup pada Rp 535 per lembar pada perdagangan Jumat, 30 Juli 2021, harga MBSS naik menjadi Rp 605 pada penutupan perdagangan Jumat, 20 Agustus 2021. Kenaikan ini setara dengan 13,08 persen.
Bila ditarik data dari awal tahun, saham MBSS telah naik 21 persen dari Rp 400 per lembar saham pada 4 Januari 2021. ***