Aroma Perubahan dari Lereng Bajawa
TheEconopost.com, Kabut turun pelan di lereng Bajawa, Nusa Tenggara Timur. Udara pagi membawa aroma tanah lembap dan kopi yang baru dipetik. Di sela pepohonan kopi yang tumbuh di lahan miring, tampak kesibukan petani menjemur biji kopi di atas anyaman bambu. Mereka bekerja dalam diam, hanya sesekali saling melempar senyum. Dari ketinggian hampir seribu meter di atas permukaan laut, kehidupan di Bajawa bergerak perlahan namun pasti—seperti proses kopi yang harus dijemur, digiling, dan disangrai dengan kesabaran.
Desa Mukuvoka di Kecamatan Bajawa kini menjadi pusat perhatian. Di tempat sederhana itu, warga menyaksikan seremoni kecil namun bersejarah: pelepasan ekspor perdana kopi Bajawa menuju Thailand. Sebuah tenda berdiri di tengah lapangan desa, dihiasi spanduk dan deretan karung berisi biji kopi berwarna hijau kecokelatan. Di sekitarnya, anak-anak desa berlari-lari kecil, sementara para petani berdiri tegak dengan pakaian tenun khas Flores.
Astra kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung kemandirian ekonomi desa melalui pelepasan ekspor perdana komoditas kopi sebanyak 15 ton green bean dari Desa Sejahtera Astra Bajawa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, menuju Thailand dengan nilai ekspor mencapai lebih dari Rp1,65 miliar yang dilakukan pada Senin (13/10).
Pelepasan itu disaksikan oleh Direktur Promosi dan Pemasaran Produk Unggulan Desa dan Daerah Tertinggal Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal RI Yusra, Wakil Bupati Ngada Bernadinus Dhey Ngebu, Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Agromaritim IPB University Ernan Rustiadi, serta Head of Environment and Social Responsibility Astra Diah Suran Febrianti. Tokoh adat dari Kampung Ekoheto turut hadir, membawa simbol-simbol adat dan doa untuk keberangkatan kopi pertama dari desa mereka ke luar negeri.
“Sebagai bagian dari semangat Astra untuk sejahtera bersama bangsa, kegiatan ini mencerminkan komitmen kami dalam mendampingi masyarakat desa agar dapat tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Sinergi antara masyarakat, perguruan tinggi, pemerintah, dan dunia usaha menjadi kunci dalam menghadirkan produk bernilai tambah dari desa. Melalui inisiatif ekspor komoditas kopi ini, kami berharap dapat membuka akses pasar yang lebih luas dan memperkuat rantai nilai pertanian dari hulu ke hilir,” ujar Chief of Corporate Affairs Astra Boy Kelana Soebroto dalam pernyataan resminya, Selasa, 14 Oktober 2025.

Di balik acara yang tampak seremonial itu, terdapat kisah bertahun-tahun tentang pendampingan dan kerja keras. Program Desa Sejahtera Astra Bajawa bermula dari kolaborasi Astra dan IPB University pada 2024, ketika sebagian besar petani Bajawa masih bergantung pada tengkulak dan belum memahami pentingnya kualitas pascapanen. Lewat pelatihan dan pendampingan, warga mulai belajar mengenali potensi kopi mereka sendiri—mulai dari cara menanam sesuai standar, memetik buah matang sempurna, hingga mengolah biji sesuai kaidah Good Agricultural Handling Practices (GAHP).
Dari program itu, lahir perubahan nyata. Sebanyak 204 warga kini menjadi bagian dari rantai bisnis kopi Bajawa. Pendapatan petani meningkat hingga 72%, dan 54 tenaga kerja baru terserap di bidang pengolahan serta distribusi. Seluruh hasil panen kopi terserap pasar, sebagian besar bahkan menembus pasar luar negeri. Dua anak muda, Bernard Suryanto Langoday dan Philipus Donnie Kabe, muncul sebagai generasi baru petani Bajawa. Mereka tumbuh di tengah tradisi tani keluarga, namun kini memadukan cara lama dengan pendekatan ilmiah. Bernard bertugas mengelola rumah pengering kopi, sementara Philipus membantu kelompok tani memasarkan produk secara daring. Keduanya menjadi wajah baru regenerasi pertanian di Flores.
Ekspor ke Thailand ini menjadi tonggak penting perjalanan mereka. Di balik angka Rp1,65 miliar, ada kebanggaan yang jauh lebih dalam: keyakinan bahwa kopi hasil tangan mereka kini bisa bersaing di pasar dunia. Bagi petani seperti Bernard, perjalanan kopi dari kebun kecil di Mukuvoka menuju pelabuhan di Surabaya dan akhirnya ke Thailand terasa seperti mimpi yang menjadi nyata.
Hari yang sama juga menandai peresmian rumah pengering kopi baru. Bangunan itu berdiri di tepi kebun, berdinding plastik transparan agar sinar matahari masuk sempurna. Di dalamnya, biji kopi dijemur berlapis-lapis di rak kayu, mengeluarkan aroma manis yang samar. Di sanalah warga berkumpul setiap pagi, bukan hanya untuk bekerja, tetapi juga untuk bercerita. Di antara percakapan mereka, terselip rasa bangga karena kopi Bajawa kini memiliki rumah sendiri—tempat di mana mutu dan harapan disatukan.
Sejak 2018, program Desa Sejahtera Astra telah menjangkau 1.280 desa di 35 provinsi di Indonesia. Sebanyak 468 desa telah menembus pasar ekspor, dengan nilai total mencapai Rp349 miliar pada periode 2020–2024. Melalui Yayasan Astra dan grup bisnisnya, perusahaan juga telah membina lebih dari 19.000 UMKM di berbagai sektor. Namun di Bajawa, capaian itu bukan sekadar angka statistik. Ia terasa dalam kehidupan sehari-hari: di senyum para petani, di tawa anak-anak yang ikut membantu menjemur kopi, dan di semangat baru warga yang kini percaya bahwa desa pun bisa berdiri sejajar dengan kota.
Saat matahari mulai condong ke barat, cahaya keemasan menimpa kebun kopi Bajawa. Di kejauhan, gunung Inerie menjulang anggun, seperti penjaga setia yang menyaksikan perubahan zaman. Di kaki gunung itulah, kopi Bajawa menanam lebih dari sekadar biji: ia menanam martabat, kemandirian, dan harapan.
Desa yang dulu sepi kini mulai menatap dunia dengan keyakinan baru. Mereka mungkin tidak berbicara tentang ekonomi global atau rantai pasok, tapi mereka tahu satu hal pasti: dari kebun mereka yang sederhana, perubahan bisa tumbuh, perlahan namun pasti dari akar.